Kacapi - Alat Musik Sunda

Kacapi Sunda dalam peta instrumen musik termasuk kategori siter (zither), yaitu yang dawai-dawainya membentang pada tubuh atau resonatornya, tidak berleher seperti halnya gitar. Ada beberapa jenis kacapi Sunda, yang bentuk dan ukurannya berbeda-beda, tapi struktur dasarnya sama seperti itu.

Salah satu bentuk yang paling banyak dikenal adalah kacapi indung atau kacapi gelung, yang biasa dipakai dalam ensambel tembang Sunda. Kacapi gelung paling besar ukurannya, panjangnya sekitar 1,5 meter, lebar sekitar 30 cm, dan tinggi sekitar 40 cm. Jumlah dawainya 18, dilaras (distel, tuned) dalam 5-nada (pentatonik) sehingga ranah nadanya mencapai hampir 4 okfaf (persis 4 oktaf untuk kacapi Mang-Koko-an dengan 20 dawai).

Ada tiga jenis laras utama: pélog, sorog (madenda), dan saléndro, semuanya pentatonik. Dalam pertunjukannya, kacapi indung biasanya disertai kacapi rincik, yang ukurannya lebih kecil, suling, dan nyanyian. Penyanyi perempuan (sebagai penyanyi utama) kini biasa disebut juru mamaos. Sedangkan penyanyi pria disebut juru alok atau wira suara. Ensambel (perangkat) musik dengan 5 pemain ini disebut tembang Sunda, yang sering juga disebut Cianjuran. Sedangkan yang dimainkan 3 orang (kacapi indung, kacapi rincik, dan suling), biasa disebut kacapi-suling. Keduanya dikenal hampir di seluruh budaya Sunda, di provinsi Jawa Barat maupun Banten, termasuk di Kabupaten Sukabumi.

Dalam keduanya, tembang Sunda dan kacapi-suling, kacapi indung merupakan waditra (instrumen) yang paling pokok, dalam arti sebagai fondasi struktur lagu yang menjadi acuan waditra lainnya.

Jenis kacapi lain, yang bentuknya mirip kacapi gelung, dengan ukuran yang jauh lebih kecil, terdapat di daerah Baduy (Propinsi Banten), Rancakalong, Tasikmalaya, dan Ciamis (Jawa Barat). Di Rancakalong, selain disebut kacapi, juga disebut jentréng, istilah anomatopoik (suatu nama yang diambil dari bunyinya) "tréng." Jumlah dawainya pun antara 7 sampai 9 saja. Jentréng berpasangan dengan tarawangsa, jenis alat gesek seperti rebab, yang juga secara anomatopoik biasa disebut ngék-ngék. Di Baduy, kacapi seukuran jentréng ini juga berpasangan dengan alat gesek tarawangsa—yang di sana lebih sering disebut rendo.

Kacapi adalah juga alat musik yang boleh dibilang identik dengan pantun Sunda, yaitu suatu seni tutur atau seni dongeng yang memiliki sejarah amat panjang dalam sejarah budaya Sunda. Juru pantun selalu bercerita dan menyanyi sambil memainkan kacapi. Masyarakat Sunda buhun, Baduy, memiliki pantun yang juga dengan kacapi, yang fungsinya tidak sekedar untuk hiburan, melainkan terkait dengan pelbagai ritus sosial dan pertanian—demikian juga baik pantun maupun kacapi di pelbagai wilayah Sunda memiliki fungsi yang jauh lebih atas dari sekedar hiburan ataupun ekspresi seniman. Kacapi di Rancakalong, misalnya, konon merupakan alat musik yang pernah dipakai untuk mendatangkan bibit padi dari Mataram.

Jenis kacapi lainnya adalah yang disebut kacapi warung kopi, karena biasa dimainkan di warung kopi. Jumlah kawatnya (dahulu) sama dengan kacapi indung, 18. Ukuran tubuh (resonator)-nya pun tidak terlalu jauh dari kacapi indung, hanya tampak lebih kecil karena tanpa gelung. Dengan itu, kacapi warung kopi lebih ringan, lebih ringkas, sehingga lebih mudah untuk dibawa ke mana-mana. Pengemis pun ada yang biasa keliling dengan kacapi jenis ini, untuk ngamén meminta sumbangan suka-rela, dari rumah ke rumah, atau pada para penumpang kendaraan. Demikian pula tukang jual obat, tukang sulap, atau para penghibur di jalanan atau di pasar, paling tidak sampai tahun 1970an masih banyak yang suka memakai kacapi jenis ini.

Jika kacapi gelung dalam tembang Sunda gayanya sangat serius, agung (rapi), dan/atau melankolis, gaya main kacapi warung kopi lebih riang (ringan), jenaka atau "merakyat" (populis). Bahkan, cara memainkannya pun akrobatis atau demonstratif, seperti misalnya dimainkan dengan digendong di punggung sehingga pemain membelakangi alatnya, atau bunyinya yang menirukan gendang pencak, meriam, dan lain-lain.

Kacapi warung kopi juga biasa dibarengi nyanyian dan alat gesek biola—sebagian juga dengan suling tapi tak biasa dengan kacapi rincik. Namun, andaipun lagunya sama, gaya menyanyinya berbeda dengan tembang Sunda yang serius dan lebih memiliki pola standar. Petikan kacapi warung kopi lebih variatif, lebih banyak dan lebih bebas dalam improvisasinya. Nyanyiannya, sejalan dengan ekspresi kacapinya, riang-jenaka, memakai syair-syair spontan, tergantung siapa saja yang suka menyanyinya. Karena sifatnya yang riang-jenaka itu, sekitar tahun 1960-an banyak muncul grup, yang secara jenerik disebut jenaka Sunda. Penyanyinya utamanya laki-laki, dengan suara yang melengking-lengking seperti beluk, yang juga memiliki sifat demonstratif. Di samping itu, kacapi dan biola pun sering tampil tanpa nyanyian, yang sempat populer dengan sebutan kacapi-biola. Serupa dengan kacapinya, pemain biolanya pun bukan hanya terampil dalam memainkan lagu-lagu atau senggol-senggol Sunda, melainkan juga sering melucu dengan tiruan bunyi serangga, klakson mobil, dan sebagainya.

Sekitar tahun 1950-an ada seniman terkenal, Mang Koko, yang membuat kacapi sedikit lebih lebar, hingga dawainya berjumlah 20. Kacapi ini kadang disebut kacapi modern, kadang disebut kacapi wanda anyar ("wajah baru"). Kacapi ini kemudian sangat populer, karena Mang Koko juga mengembangkan teknikmainnya terutama karena diajarkan di sekolah kesenian yang pertama di Jawa Barat, Konservatori Karawitan, di mana Mang Koko adalah juga direkturnya (yang kedua, setelah Machyar Kusumadinata).

Kacapi Sunda Wanda Anyar
Aip Apandi main kacapi modern (wanda anyar), 20 dawai

Kacapi wanda anyar lebih lebar ukurannya, lebih banyak kawatnya, tapi lebih kecil ukuran tingginya (tipis), sehingga lebih praktis lagi untuk dibawa bepergian, dan banyak yang memakai sarung atau kotak, seperti halnya gitar. Walau tentu suaranya tidak sekuat kacapi gelung, namun sejalan dengan populernya sistem suara (amplifikasi), kekuatan (keras) bunyi tidak dianggap soal. Bahkan, kemudian banyak kacapi wanda anyar ini memakai sistem amplifikasi menyatu (pickup), seperti halnya gitar elektrik—karena itu pula disebut kacapi modern atau kacapi elektrik. (Endo Suanda)